Beranda | Artikel
Tujuan Syariat Islam - Ushul Fiqih
Rabu, 27 Maret 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Tujuan Syariat Islam merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz DR. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. dalam pembahasan Kitab Qawaa’idul Fiqhiyyah (Mukadimah Kaidah-Kaidah Praktis Memahami Fikih Islam) karya Ustadz Ahmad Sabiq Bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Kajian ini disampaikan pada 27 Jumadal Akhirah 1440 H / 04 Maret 2018 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Tujuan Syariat Islam – Ushul Fiqih

Syariat ini tidaklah memerintahkan sesuatu kecuali sesuatu yang maslahatnya murni atau maslahatnya lebih besar. Dan tidaklah syariat melarang sesuatu kecuali sesuatu yang mafsadahnya murni atau mafsadahnya lebih besar. Kaidah ini sangat penting untuk kita yakini agar kita benar-benar yakin bahwa semua yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala itu pasti berada diantara dua kemungkinan ini, maslahatnya murni atau maslahatnya lebih besar.

Dan segala sesuatu yang dilarang didalam syariat yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang maha mengetahui segala sesuatu, semuanya tidak keluar dari dua kemungkinan juga. Kemungkinan yang pertama, mafsadahnya murni atau kemungkinan yang kedua mafsadahnya lebih besar.

Dengan meyakini kaidah ini, kita akan mudah menjalankan syariat Islam, kita akan tunduk dan selalu patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita akan selalu khusnudzan terhadap syariat ini, dan kita ketika melihat ada syariat yang kurang kita fahami dengan baik, maka kita akan selalu mengalahkan diri kita, mengalahkan logika kita. Kita tentunya tidak lebih alim, tidak lebih tahu melebihi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menurunkan syariat Islam ini. Oleh karenanya kita harus benar-benar meyakini kebenaran kaidah ini.

Dalil dari kaidah ini sangatlah banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Diantara dalil tersebut adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٩٠﴾

Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl[16]: 90)

Didalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan perintah-perintahNya dan menyebutkan larangan-laranganNya. “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia untuk berlaku adil.” Kalau kita lihat keadilan ini berada diantara dua kemungkinan. Maslahatnya murni, bisa juga maslahatnya lebih besar.

Kalau kita lihat keadilan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat, kemungkinannya hanya dua. Bisa saja kemaslahatannya murni, namun dalam satu keadaan yang lain kemaslahatannya lebih besar. Kadang-kadang penerapan keadilan itu maslahatnya tidak murni. Misalnya, karena keadilan maka harus diterapkan hukum qishash. Karena orang tersebut telah membunuh orang lain dan ahli waris dari orang lain tersebut tidak rela kecuali qishash, maka disini harus ditegakkan keadilan. Pembunuh yang telah membunuh orang harus dibunuh. Nyawa dibalas nyawa. Harus ada nyawa yang dihilangkan, tetapi nyawa yang dihilangkan ini adalah mafsadah yang lebih kecil daripada maslahat untuk menegakkan keadilan.

Kemudian diantara yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang disebutkan dalam ayat ini adalah “وَالْإِحْسَانِ”. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia untuk berbuat baik dalam segala sesuatu. Ini juga demikian. Terkadang berbuat baik itu maslahatnya murni, namun juga kadang maslahatnya lebih besar.

Berbuat baik ini bisa berbuat baik terhadap diri sendiri, bisa berbuat baik terhadap orang lain, bisa berbuat baik terhadap hewan, bisa berbuat baik terhadap lingkungan. Semua ini tidak keluar dari dua kemungkinan. Yaitu maslahatnya murni atau maslahatnya lebih besar.

Kemudian perintah ketiga yang disebutkan dalam ayat ini “وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ”, dan berbuat kebaikan kepada kerabat, memberikan sesuatu yang baik, silaturahim, menjaga hubungan baik dengan memberikan sesuatu kepada mereka. Ini diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia. Dan ini juga tidak lepas dari dua kemungkinan yang disebutkan dalam kaidah. Yaitu maslahatnya bisa murni sebuah maslahat, bisa juga maslahatnya lebih besar.

Kemudian setelah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan larangan-larangan. Larangan yang pertama, ” وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ”. Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang manusia dari perbuatan keji. Semua perbuatan keji dilarang di dalam syariat Islam. Dan perbuatan keji ini bisa saja mafsadahnya murni atau bisa saja mafsadahnya lebih besar.

Bagaimana sebuah perbuatan keji bisa punya maslahat walaupun kecil? Misalnya ketika ada orang berzina, dalam beberapa keadaan ada maslahatnya. Kadang-kadang orang berzina karena dia sudah tidak tahan dengan syahwatnya dan akhirnya dia melampiaskan syahwatnya. Dari sisi ini, maka ini maslahat bagi dia. Tapi dari sisi lain bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkannya ke dalam dosa besar. Kemudian hal tersebut akan mendatangkan bencana-bencana yang sangat besar dengan adanya anak hasil perzinahan, kemudian kalau dia tidak terima dengan adanya anak hasil perzinahan nanti dia akan menggugurkannya, ini juga dosa besar yang lain. Kalau dia sampai melahirkan akhirnya dia buang anak tersebut ini juga bisa besar yang lain. Tentu dari sisi ini kita katakan mafsadahnya lebih besar.

Kadang-kadang ada orang yang berzina karena dia ingin mengambil maslahat uang. Sebagaimana yang terjadi pada pelacur-pelacur yang dinamakan dengan nama yang lebih halus sekarang sebagai PSK pekerja seks komersial yang sebenarnya mereka pelacur atau wanita tuna susila.

Ketika mereka melakukan perbuatan yang keji berupa perzinaan tersebut, mereka mendapatkan maslahat berupa uang. Dari sisi ini, ini maslahat yang bisa didapatkan oleh orang yang melakukan perbuatan keji. Tapi apabila dilihat dari sisi yang lain, dia terjatuh ke dalam dosa besar yang nantinya dia akan dimasukkan ke dalam siksa neraka yang sangat pedih, kemudian datangnya kehamilan yang tidak diinginkan, akhirnya nantinya dia akan menggugurkan atau membunuh anaknya setelah melahirkan atau membuang anaknya atau nantinya dia nasabkan kepada yang bukan ayahnya. Maka hal-hal yang seperti ini lebih dominan dalam masalah perzinaan. Sehingga Islam yang melarangnya, Islam mengharamkannya.

Simak penjelasannya pada menit ke-14:32

Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Tujuan Syariat Islam – Ushul Fiqih


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46906-tujuan-syariat-islam-ushul-fiqih/